Senin, 15 Agustus 2011

GENETICALLY MODIFIED ORGANISM (GMO)

GMO
Dua tahun terakhir ini media massa besar seperti Kompas, Republika dan Media Indonesia tak henti-hentinya menyoroti masalah GMO. GMO yang merupakan singkatan dari Genetically Modified Organism tidak lain adalah tanaman transgenik yang menghebohkan itu.
Tanaman dihasilkan melalui rekayasa genetika dengan memindahkan satu atau beberapa gen yang dikehendaki dari suatu sumber gen ke tanaman yang dikehendaki. Sumber gen di sini bisa berarti sesama tanaman satu famili atau beda famili bahkan bisa dari organisme lain misal gen bakteri dsb.
Latar Belakang Munculnya GMO
Kita masih ingat semasa kuliah dulu bahwa perkembangan genetika dimulai pada tahun 1856 dengan hukum pewarisan Mendel. Pada tahun 1910 Thomas Hunt (ahli biologi) menemukan bahwa gen pembawa sifat keturunan terdapat pada khromosom. Pada tahun 1944 diketahui bahwa DNA diturunkan oleh setiap organisma, kemudian pada tahun 1952 diketahui bahwaDNA adalah penerus informasi genetik sampai akhirnya Watson dan Crick menemukan struktur DNA pada tahun 1953.
Masih segar dalam ingatan kita pada era pasca PD II bergulirlah Revolusi Hijau yang saat itu bak dewa penolong. Salah satu kemajuan yang diperoleh pada era Revolusi Hijau tersebut adalah penemuan varietas unggul. Varietas-varietas unggul ini merupakan hasil pemuliaan tanaman secara konvensional. Artinya, sifat-sifat unggul ditemukan dengan cara persilangan sampai beberapa generasi tanaman. Tentu saja penemuan varietas-varietas baru ini memerlukan waktu lama, sedangkan tantangan pemenuhan kebutuhan pangan dunia semakin mendesak. Negara-negara maju seperti Amerika dan negara-negara Eropa berlomba-lomba untuk meneliti kemungkinan "percepatan" rekayasa genetika dengan menggabungkan sifat-sifat yang baik suatu tanaman dengan sifat-sifat lain yang diinginkan meskipun itu hasil "cuplikan" dari organisme lain. Sebagai contoh penemuan yang kontroversial adalah Golden Rice. Padi emas hasil rekayasa genetika antara padi dengan tanaman penghasil beta karoten ini menjadikan Golden Rice diyakini akan mampu menopang gizi penduduk di negara-negara berkembang.
Pro dan Kontra GMO
Banyak LSM yang menetang kehadiran tanaman transgenik di Indonesia, demikian pula dengan kesan yang kita tangkap dengan sikap Menteri Lingkungan Hidup dan hal ini didukung dengan ulasan-ulasan yang cukup besar dalam pemberitaan sebuah harian terkemuka di Jakarta. Secara jujur dapat dikatakan pertentangan ini karena penguasaan GMO atau tanaman transgenik sendiri tidak dikuasai secara benar dan jernih karena lebih mengedepankan sifat apatisme.

Secara garis besar alasan mereka yang menentang kehadiran tanaman GMO ini
adalah karena beberapa hal sebagai berikut.
Ketakutan masalah keamanan apabila produk GMO dikonsumsi manusia .
WHO serta badan pengawas pangan AS: FDA dan EPA telah memastikan bahwa produk GMO aman untuk dikonsumsi. Protein yang dihasilkan karena penyusupan "gen asing" akan mudah terdegradasi dengan adanya pemanasan. Jagung produk tanaman Bt corn maupun kedelai hasil GMO terbukti belum ada laporan yang menyebutkan bahwa produk ini beracun atau membahayakan bagi manusia. Resiko yang mungkin timbul adalah alergi pada sebagaian orang yang sangat peka pada produk ini. Pernahkah anda memikirkan bahwa tahu dan tempe yang anda konsumsi sehari-hari adalah produk GMO ? Mengapa kedelai yang besar-besar (eks Amerika) harganya sangat murah bila dibandingkan dengan kedelai lokal ? Disadari atau tidak sebenarnya kita telah menjadi konsumen produk GMO terutama kedelai. Setiap tahun kita mengimpor kedelai dari Amerika bahkan sampai ratusan ribu ton karena kita belum mampu berswasembada kedelai.

Ketakutan akan menimbulkan hama-hama atau gulma yang resisten terhadap pestisida.
GMO bukanlah tanaman super. Umumnya satu tanaman hanya disusupi oleh satu gen asing. Sebagai contoh kapas Bt Bollguard yang kontroversial pengembangannya di Sulawesi Selatan. Tanaman ini karena dalam tubuhnya sudah ada gen Bacillus thuringiensis maka tanpa penyemprotan insektisida, tanaman akan terbebas dari ulat penggerek buah kapas (Helicoverpa armigera). Namun tentu saja untuk hama Sundapterex sp., gen Bacillus thuringiensis tidak akan efektif, sehingga memang masih memerlukan penyemprotan insektisida khusus mengatasi masalah hama yang dulu dikenal sebagai empoaska ini. Inilah yang sering dibesar-besarkan media bahwa tanaman transgenik lebih peka serangan hama Sundapterex sp.

Ketakutan akan punahnya biodiversity (keanekaragaman hayati dicuri orang asing).
Ketakutan ini cukup beralasan mengingat banyak hasil produksi dalam negeri malah dipatenkan oleh orang luar negeri karena kesadaran hak atas kekayaan intelektual (HAKI) pada masyarakat kita masih rendah. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah ini diperlukan lemabaga independen yang akan mengontrol masalah "pencurian" keanekaragaman hayati kita.

Ketakutan bahwa GMO akan membahayakan 1 - 2 generasi mendatang.
Masalah ini agak kurang berdasar hanya karena trauma efek negatif dari peristiwa Revolusi Hijau lalu. Mereka para LSM selalu mengatakan siapa yang akan bertanggungjawab atas nasib generasi mendatang. Ya tentu saja kita semua! Faktor kehati-hatian seperti tercantum dalam protokol Cartagena yang Indonesia ikut meratifikasi- memang perlu, namun upaya untuk meneliti sisi posititif dan negatif suatu teknologi tetap harus dilakukan.

Tuduhan bahwa benih GMO akan merugikan petani karena harga yang mahal.
Mereka menuduh bahwa negara-negara berkembang seperti Indonesia hanya dijadikan obyek mengeruk keuntungan semata, karena benih GMO pasti mahal. Petani harus membeli benih baru setiap menanam. Untuk mengupasnya kita ambil contoh kasus benih kapas Bollguard. Benih ini bisa 10 x lebih mahal dibandingkan benih kapas lokal Kanesia. Namun daya kecambahnya sampai 90%, sedangkan Kanesia hanya 25 - 40%. Belum lagi produksi per hektar Bollguard minimal 2 x lipat dengan populasi lebih minim. Biaya penyemprotan pestisida dengan benih GMO jauh lebih sedikit dibandingkan dengan benih konvensional. Dari produksi saja bisa dihitung bahwa kenaikan harga benih tidak ada artinya dibandingkan dengan penambahan produksi. Kasusu seperti ini sebetulnya bukan hanya benih GMO, benih hibrida seperti cabai, semangka, melon dan kubis sangat menggantungkan benih import meskipun harga benihnya puluhan kali lebih mahal, namun tetap dicari petani karena produksinya sangat tinggi. Benih hibrida yang termasuk benih konvensional pun harus selalu menggunakan benih baru untuk penanaman berikutnya seperti halnya benih GMO. Mengapa ? Karena sifat-sifat unggulnya tidak akan diturunkan ke generasi berikutnya.

Di antara hiruk pikuk kontra GMO, saat ini lebih banyak alangan yang pro terhadap GMO. Departemen Pertanian, Departemen Riset dan Teknologi termasuk departemen yang sangat mendukung perkembangan GMO atau tanaman transgenik di Indonesia.

Alasan beberapa kalangan yang pro tanaman transgenik hadir di Indonesia sebagai berikut.
Indonesia sebagai mega biodiversity.
Dengan keanekaragaman hayati yang sangat besar (nomor 2 di dunia), Indonesia merupakan sumber potensi gen yang luar biasa untuk pengembangan tanaman transgenik ini.

Kekurangan suplai pangan dengan pangan bergizi.
Bukan rahasia lagi-terlebih di masa krisis ekonomi seperti sekarang, kecepatan pertambahan penduduk jauh melampaui kecepatan pemenuhan pangan. Selain itu asupan makanan bergizi bagi rata-rata masyarakat Indonesia masih rendah. Golden Rice akan mampu menjawab permasalahan klasik yang menipa kekurangan pangan dan gizi di negara Indonesia.

Menghemat pestisida dan tidak mencemari lingkungan (Bt rice, Bt cotton dsb.).
Beberapa tanaman transgenik diciptakan untuk mengurangi penggunaan pestisida, khususnya insektisida sehingga mengurangi resiko pencemaran lingkungan karena pestisida. Gen Bt (Bacillus thuringiensis) dimasukkan ke dalam gen tanaman padi dimaksudkan akan menciptakan tanaman padi yang tahan hama penggerek batang (yang umumnya menghasilkan gejala sundep dan beluk) sehingga produksi akan meningkat. Penyusupan gen Bt pada kapas akan menciptakan tanaman kapas yang tahan terhadap hama penggerek buah kapas (Helicoverpa sp.). Contoh kasus ini adalah vareitas Bollguard ex-Monsanto.

Teknologi sudah ada dan harus dipelajari.
Banyak ahli bioteknologi kita yang bernaung di bawah P3 Bioteknologi LIPI dan Balitbio Deptan sudah menimba ilmu di luar negeri akan sia-sia kalau belum-belum kita sudah apatis terhadap teknologi GMO ini. Kita trauma beberapa dekade lalu yang serba "bangkok", sehingga saking mindernya kita bisa menyebut produk pertanian asli kita dengan imbuhan "bangkok" di belakangnya. Sayangnya era transgenik di Indonesia ini dinodai dengan agresivitas berlebihan suatu perusahaan yang akhirnya malah menjadi bumerang perkembangan transgenik di Indonesia. Marilah kita pelajari transgenik ini , kalau kita tidak berusaha mempelajari tentu kita akan semakin ketinggalan dari negara-negara lain. Namun demikian bukan hanya teknologi "cara" menghasilkan GMO yang perlu dipelajari, namun juga penelitian mengenai kemungkinan-kemungkinan negatif yang mungkin ditimbulkan sehubungan dengan teknologi transgenik ini. Dengan demikian potensi kekayaan alam yang kita punyai dapat termanfaatkan benar-benar untuk kesejahteraan anak cucu kita.
http://www.situshijau.co.id/tulisan.php?act=detail&id=27&id_kolom=2
Bioteknologi dapat diartikan, penggunaan tanaman, hewan, ataupun mikroba, baik secara keseluruhan maupun sebagian, untuk membuat atau memodifikasi suatu produk mahluk hidup ataupun merubah spesies mahluk hidup yang sudah ada. Sedangkan Rekayasa genetika ialah proses bioteknologi modern dimana sifat-sifat dari suatu mahluk hidup dirubah dengan cara memindahkan gen-gen dari satu spesies mahluk hidup ke spesies yang lain, ataupun memodifikasi gen-gen dalam satu spesies.
Teknologi rekayasa genetika sudah lama dilakukan secara konservatif, seiring dengan perkembangan ilmu genetika, sepeti melalui proses perkawinan silang untuk mendapatkan bibit unggul. Perkembangan rekayasa genetika modern dilakukan dengan proses yang lebih cepat melalui rekombinan secara in vitro (di luar sel mahluk hidup) sehingga memungkinkan mencangkok (kloning) hanya satu jenis gen yang diinginkan dalam waktu yang lebih cepat.
Tanaman transgenik dibuat dengan menggunakan teknik biologi molekuler yang memungkinkan peneliti untuk mengindentifikasi gen-gen tertentu, membuat duplikatnya, kemudian menyisipkan duplikat gen tersebut ke tanaman penerima dengan menggunakan alat (yang paling umum dipakai adalah bakteri tanah, disebut Agrobacterium). Ketika sel tanaman penerima membelah diri, DNA baru dari tanaman asal (yang dibawa oleh Agrobacterium) tergandakan & terpindahkan ke dalam sel baru tersebut. Keberadaan gen baru ini akan mempengaruhi keturunan dari tanaman tersebut, baik dari segi sifatnya bahkan penampilannya. Ada pula metode lain yang digunakan, seperti Pistol Gen, atau metode Bombardir, dengan menggunakan mikroinjeksi atau pipet mikro, induksi secara kimia, fusi protoplas dan metode lainya.
Genetically Modified Organisms (GMO) atau di negara Indonesia dikenal dengan Produk Rekayasa Genetika atau PRG secara umum diartikan sebagai suatu organisme yang memiliki material genetik yang diperoleh dari teknik rekayasa genetika. Prinsip umum dalam menghasilkan PRG dilakukan dengan mengintroduksi material genetik baru ke dalam genom individu.
Penggunaan Produk ini di bidang pertanian atau yang lebih umum dikenal dengan tanaman transgenik, skala komersial telah banyak dilakukan sejak akhir tahun 1900an. Luas areal PRG dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 1996 tercatat luas areal PRG di dunia mencapai 1,7 juta ha dan pada tahun 2007 luas areal sudah mencapai 114,3 juta ha atau setara dengan 8 persen dari luas areal pertanian di seluruh dunia. Pada tahun 2000 tercatat lebih kurang 13 negara menggunakan PRG dalam peningkatan produksi beberapa komoditas pertanian Tahun 2007 lebih dari 20 negara telah menanam PRG dan Amerika Serikat sebagai negara yang memiliki areal PRG disusul Argentina, Kanada, dan China.
Di Indonesia sebenarnya telah banyak tanaman transgenik yang sedang diteliti maupun diuji di lapangan. Namun kebanyakan penelitian dan uji lapangan ini terjadi tanpa sepengetahuan masyarakat luas; bahkan oleh mereka yang tinggal di dekat lokasi percobaan itu sendiri yang dapat terkena dampaknya tidak sadar akan hal ini. Alasan percobaan tersebut perlu mendapatkan perhatian adalah karena adanya kemungkinan pencemaran genetik dari tanaman transgenik ke tanaman petani, oleh gen transgenik modifikasi dari bakteri atau virus, tergantung jenis tanaman transgenik yang diuji.
Kontroversi tentang keamanan tanaman rekayasa genetika sampai saat ini masih terus berlangsung. Sebagian orang menganggap bahwa produk ini telah memberikan manfaat yang cukup besar untuk peningkatan kehidupan dan kesejahteraan manusia, baik di sektor pertanian, pangan, industri, dan kesehatan, serta lingkungan hidup. Di sisi lain, banyak yang beranggapan bahwa keberadaan produk ini dikhawatirkan menimbulkan dampak yang merugikan bagi konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati serta kesehatan manusia. Untuk itu, melalui Konvensi Keanekaragaman Hayati diatur ketentuan mengenai kemanan penerapan bioteknologi modern dengan penetapan suatu protokol untuk mengatur pergerakan lintas batas, penanganan,
dan pemanfaatan produk rekayasa genetika. Protokol ini dikenal dengan Protokol Cartagena yang isinya secara langsung mengikat negara-negara yang telah meratifikasinya, termasuk Indonesia untuk menyiapkan dan mengembangkan peraturan perundang-undangan, mengembangkan kelembagaan dan infra struktur, menyusun sistem dan prosedur baik ditingkat pusat maupun daerah. Tanaman rekayasa genetika yang akan dimanfaatkan dan diedarkan terlebih dahulu harus dilakukan pengkajian keamanannya, jika dianggap aman untuk dikonsumsi dan dijual maka harus dilabel yang menyatakan bahwa produk tersebut hasil rekayasa genetika. Pengkajian keamanan pangan hasil rekayasa genetika meliputi informasi genetik, dan keamanan pangan.
Informasi genetik yang perlu dikaji dan dicantumkan meliputi :
• deskripsi umum tanaman rekayasa genetika
• deskripsi inangnya,
• deskripsi penggunaannya sebagai pangan,
• deskripsi organisme donor, dan
• karateristik modifikasi genetik.
Sedangkan Informasi keamanan pangan meliputi :
• kesepadanan substansial,
• perubahan nilai gizi,
• alergenisistas,
• toksisitas, dan
• pertimbangan lainnya.
Pro dan kontra keberadaan tanaman rekayasa genetika di dalam negeri hanya terjadi pada tingkatan pengambil kebijakan dan Lembaga Swadaya Masyarakat, tidak terjadi pada tingkat petani selaku pelaku agribisnis. Kondisi ini, memerlukan pencermatan yang mendalam, mengingat dampak negatif yang mungkin ditimbulkan atau peluang yang mungkin dihasilkan dengan adanya tanaman rekayasa genetika ini membawa konsekuensi langsung terhadap petani.
http://ddpbub.blogspot.com/2008/08/permasalahan-genetically-modified.html
Jenis-jenis Produk Genetically Modified Organism (GMO’s) Pada dasarnya produk-produk GMO’s sangat banyak dan tersebar di berbagai bidang, karena aplikasi bioteknologi juga telah merambah ke berbagai bidang (pertanian, farmasi dan kedokteran, industri, dan lingkungan). Termasuk GMO’’s ialah hewan transgenik, tanaman transenik dan bagiannya, ikan transgenik, dan bahan-bahan olahannya, serta jasad renik. Bahkan pada saat ini dikenal pula kloning terapeutik yang memanfaatkan sel induk (stem cells) embrionik dari janin untuk ditransplantasikan ke dalam pasien yang diklon, guna memperbaiki jaringan dan organ yang rusak; dalam proses ini embrio dirusak
Berdasarkan pada hal tersebut maka GMO’s .termasuk juga bagian dari tubuh manusia, meskipun demikian pada saat ini masih ada jenis pengkloningan manusia lain yaitu kloning reproduktif, yang merupakan proses bioteknologi dengan tujuan untuk menghasilkan seseorang dari sel seseorang, sehingga hasil dari klon mempunyai materi genetik yang sama dari seseorang yang dikloning tersebut, namun sampai saat ini masih terdapat kontroversi tentang kloning reproduktif.
3) Dampak Positif dan Negatif Genetically Modified Organism GMO’s)
a) Dampak Positif Genetically Modified Organism (GMO’s)
Dampak positif yang dimaksud disini adalah
keuntungan yang dapat diperoleh dari GMO’s, termasuk didalamnya kelebihan-kelebihan dari GMO’s tersebut jika dibandingkan dengan produk-produk sesamanya yang alamiah. Keuntungan pangan hasil rekayasa genetika antara lain meningkatkan efisiensi dan produktivitas, nilai ekonomi produk, memperbaiki nutrisi, nilai palatabilitas dan meningkatkan masa simpan produk Dampak positif .tersebut didapatkan dari hasil bioteknologi di bidang pertanian dan pangan. Di bidang farmasi dan kedokteran, hasil bioteknologi yang terdiri dari kedokteran regeneratif, terapi gen, kloning terapeutik dan penggunaan bahan organik yang tepat dapat mengobati dan menyembuhkan penyakit.
Selain itu, bioteknologi di bidang industri juga membawa manfaat tersendiri. Bioteknologi industrial dalam hal ini adalah pembuatan biofuel dari tanaman, seperti dari kedelai, kanola, jagung, dan gandum. Biofuel akan menghemat penggunaan bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui, dan dikhawatirkan akan segera habis.
b) Dampak Negatif Genetically Modified Organism (GMO’s)
Dampak negatif yang dimaksud adalah segala resiko yang ditimbulkan oleh keberadaan GMO’s di lingkungan dan di masyarakat. Sedangkan resiko yang perlu diperhatikan dari pengembangan GMO’s antara lain: kemungkinan terjadinya gangguan pada keseimbangan ekologi, terbentuknya resistensi terhadap antibiotik, dikuatirkan dapat terbentuknya senyawa toksik, allergen atau terjadinya perubahan nilai gizi
Proses pembuatan GMO’s (bioteknologi) dapat dimungkinkan terjadinya perubahan senyawa pada organisme yang bersangkutan, sehingga dapat menjadi toksin. Gen baru yang dihasilkan, atau peningkatan kadar hasil produksi dari gen yang sudah ada, dapat menyebabkan metabolisme dari organisme yang dimodifikasi menyebabkan tingginya formasi toksin yang sudah ada atau bahkan menimbulkan fomasi toksin baru. Produk gen tersebut juga dapat berperan sebagai substrak untuk biosintesa toksin dengan organisma yang dimodifikasi. Hal ini penting untuk diingat bahwa bahaya-bahaya potensial tersebut ada jika susunan gen dari organisme berubah – apakahmelalui penanaman secara konvensional, mutagenesis atau oleh bioteknologi
Dampak negatif pada lingkungan dan pada kesehatan pada dasarnya masih terdapat pro dan kontra, Sebagian pihak masih meragukan tentang keamanan dari produk-produk GMO’s namun disisi lain beberapa pihak menyangkal dan berpendapat bahwa produk-produk GMO’saman dan tidak ada bukti yang menyatakan bahwa GMO’sberbahaya bagi kehidupan manusia dan alam sekitarnya, namun satu hal yang pasti bahwa adanya monopoli hak kekayaan intelektual pada produk-produk GMO’s telah membawa dampak negatif bagi masyarakat kecil khususnya para petani kecil.

Tidak ada komentar: